Opini

Masa Depan Dualisme Kepemimpinan Kota Batam dan Efisiensi Tata Kelola Melalui Kebijakan Rangkap Jabatan

Oleh: Rikson P. Tampubolon, S.E., M.Si.

Sebagai pintu gerbang ekonomi Indonesia bagian barat dan tulang punggung perekonomian nasional, Batam memiliki status khusus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).

Sejak pembentukannya, Badan Pengusahaan (BP) Batam–dahulu namanya, otorita Batam–bertugas mengelola pembangunan ekonomi dan infrastruktur, sementara Pemerintah Kota Batam fokus pada urusan pemerintahan umum dan pelayanan publik. Namun, dualisme kepemimpinan antara kedua lembaga ini seringkali menimbulkan konflik kebijakan, ego sektoral, tumpang tindih kebijakan/wewenang, dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan program.

Sebelum kebijakan rangkap jabatan (ex officio) diterapkan, dualisme kepemimpinan antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam kerap menghambat pembangunan. Misalnya, proyek strategis seperti pembangunan Pelabuhan Batu Ampar sempat terhambat akibat perbedaan prioritas dan visi antara kedua lembaga. Akibatnya Batam (dibanding Singapura dan Johor) yang paling minim mengkapitalisasi jalur perdagangan tersibuk di dunia, Selat Malaka. Hal ini tentunya akibat ketidakpastian kebijakan dan menurunkan daya tarik investasi.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerapkan kebijakan rangkap jabatan ex officio, di mana Kepala BP Batam merangkap sebagai Wali Kota Batam. Kebijakan ini secara resmi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Tujuannya adalah menyelesaikan dualisme kepemimpinan dan meningkatkan efisiensi tata kelola. Dan yang pasti untuk mengejar ketertinggalan kita dalam kapitalisasi jalur perdagangan dunia.

Dampak Positif dan Tantangan Kebijakan Rangkap Jabatan

Sejak diterapkannya kebijakan ini, koordinasi antara pembangunan ekonomi dan pelayanan publik menjadi lebih efektif. Proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan tol dan pelabuhan, dapat diselesaikan lebih cepat karena tidak ada lagi konflik kepentingan atau ego sektoral. Efisiensi birokrasi juga meningkat, dengan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan terintegrasi.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi di Batam menunjukkan peningkatan signifikan. Pada tahun 2020, meskipun di tengah pandemi COVID-19, nilai investasi mencapai Rp 14,5 triliun. Pada tahun 2024, nilai investasi diproyeksikan mencapai Rp 43 triliun, dengan kontribusi terbesar dari sektor industri, logistik, dan pariwisata. Pertumbuhan ekonomi Batam juga tercatat sebesar 7,04% pada tahun 2023, melampaui rata-rata nasional yang sebesar 5,05%.

Namun, kebijakan ini tidak tanpa tantangan. Kekhawatiran utama adalah risiko konsentrasi kekuasaan yang berpotensi mengurangi transparansi dan akuntabilitas. Seperti dikemukakan oleh Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Sentralisasi kekuasaan pada satu individu dapat menciptakan kerentanan terhadap penyalahgunaan wewenang. Untuk itu dibutuhkan check and balance sistem untuk menghindari potensi penyimpangan dan korupsi.

Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan

Untuk memastikan keberlanjutan kebijakan rangkap jabatan, diperlukan evaluasi komprehensif terhadap efektivitas dan efisiensi kebijakan ini. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan adalah:

Pertama, mekanisme pengawasan yang kuat: Jika kebijakan rangkap jabatan dipertahankan, perlu dibangun sistem pemantauan yang transparan dan akuntabel untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. partisipasi masyarakat dan parapihak harus menjadi keutamaan dalam setiap kebijakan kedepan.

Kedua, peningkatan kapasitas kelembagaan: Baik BP Batam maupun Pemerintah Kota Batam perlu ditingkatkan kapasitasnya agar dapat bekerja secara sinergis, mendorong pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, dan mengoptimalkan pelayanan publik.

Ketiga, penting untuk membangun forum dialog yang melibatkan pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil bersifat inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Forum ini dapat berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengetahuan, mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusi bersama.

Keempat, pembelajaran bagi daerah Lain: Model kepemimpinan Batam dapat menjadi studi kasus berharga bagi daerah lain yang ingin mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, perlu dipertimbangkan apakah model ini dapat direplikasi atau memerlukan penyesuaian sesuai konteks lokal.

Pertanyaan Strategis ke Depan

Salah satu pertanyaan kritis yang perlu dijawab adalah: Apakah Batam akan terus mempertahankan model kepemimpinan ganda (ex-officio) ini, atau akan beralih ke sistem tunggal dengan Pemerintah Kota Batam sebagai satu-satunya motor penggerak?

Jika rangkap jabatan dihapuskan, pembagian wewenang yang jelas antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam menjadi kunci untuk menghindari kembalinya dualisme kepemimpinan.

Kebijakan rangkap jabatan ex officio telah membawa perubahan signifikan dalam tata kelola Batam, dengan peningkatan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang nyata. Namun, kebijakan ini juga menghadapi tantangan serius, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas serta inklusifitas kebijakan yang melibatkan peran serta masyarakat.

Seperti dikemukakan oleh Jeremy Bentham, “The greatest good for the greatest number,” kebijakan publik harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat banyak. Oleh karena itu, keberlanjutan kebijakan ini harus didasarkan pada evaluasi yang mendalam dan komitmen untuk memastikan bahwa pembangunan di Batam tetap inklusif, akuntabel, transparan, dan tentunya berkelanjutan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button